Tokoh yang Mempengaruhi Karl Marx
A. Claude Henry Saint Simon (1760-1825)
Claude Henry Saint Simon lahir tahun 1760 dari keluarga bangsawan Perancis kuno. la adalah seorang tokoh yang mengikuti dan mengembangkan pemikiran-pemikiran para tokoh besar seperti Voltairean Condorcet, Vico dan Francis Bacon. Meskipun usianya yang masih muda ketika perang kemerdekaan Amerika Serikat, ia sudah ikut andil dalam perang tersebut. Kehidupan Saint Simon mulai berubah sewaktu terjadi revolusi Perancis. Hari-harinya banyak dilalui dengan menulis karya-karya tentang penataan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Namun karya-karyanya banyak menuai kritik karena dianggap tidak konsisten.
Kritiknya yang tajam terhadap pemerintah membuatnya terkenal sebagai seorang tokoh sosialis utopis. Baginya tujuan dari sejarah adalah kemajuan yang akan membawa perbaikan nasib manusia. Sedangkan perubahan politis dipengaruhi oleh kemajuan industri. Paham inilah yang kemudian menjadi basis pemikiran Marx.
Menurut Saint Simon ada tiga hal yang menjadi dasar terbentuknya tatanan masyarakat yang sejahtera, diantaranya: ilmu pengetahuan, kegiatan produktif sebagai dasar masyarakat, dan anggapan sejarah sebagai hubungan antar kelas. Dari ketiga inilah kemudian akan didapatkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera. Menurut Kolakowski, analisis yang dilakukan Saint Simon terhadap proses industrialisasi secara tidak langsung telah menciptakan teori modern. Dari sinilah sosialisme bukan hanya dirancang tetapi dipahami sebagai hasil dari proses sejarah.
Demi mewujudkan cita-citanya supaya didapatkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera, Saint Simon tidak mengajak kaum proletar untuk mengadakan revolusi. Baginya kesejahteraan masyarakat didapatkan bukan dari perjuangan kelas melainkan dengan menata masyarakat dari atas secara ilmiah. Hal ini dikarenakan ia sangat mempercayai ilmu pengetahuan sebagai jalan untuk merealisasikan cita-citanya. Bahkan ia pernah berbicara mengenai politik fisika, dimana negara harus dijalankan sesuai dengan metode fisika dan kimia. Negara harus mengatur masyarakat supaya bidang produksi berfungsi dengan baik.
Elit politik sangat penting peranannya dalam hal ini, supaya metode pengolahan industri diterapkan pada masalah-masalah sosial. Peran elit feodal seperti para bangsawan, militer, dan para rohaniawan harus digantikan dengan kediktatoran yang cakap. Kediktatoran yang cakap ini terdiri dari kaum industri diantaranya, para pemimpin bank, pemimpin perusahaan, ahli tehnik dan para buruh. Perbedaan dari kedua elit ini yaitu, elit feodal terdiri dari orang-orang malas, hidup dari hasil kerja orang lain dan tidak mempunyai kemampuan ilmiah. Sedangkan elit industri rajin, pekerja keras dan berkompeten sesuai bidang ilmunya. Dari elit industri inilah kemudian mereka akan mengembangkan usahanya sehingga menciptakan peluang kerja yang selalu menguntungkan para buruh.
Sebagai seorang tokoh sosialis utopis, Saint Simon mengembangkan konsep masyarakat modern sebagai alternatif pengganti kebobrokan feodalisme. Konsep tersebut menekankan kepada manusia kedepan agar terbebas dari moralitas teologis dan menggantikannya dengan moralitas industri positif. Karena moralitas teologis telah dijadikan senjata yang dilekatkan ke jubah kaum feodal untuk membelenggu kebebasan masyarakat. Manusia kedepan diharuskan mampu berdiri bukan hanya diatas organisasi industri demi kemajuan teknis. Mereka juga diharapkan percaya akan kekuatan Mahakuasa dan persaudaraan umat manusia.
Pemikiran Saint Simon yang cenderung sosialis ini kemudian mendapat sambutan hangat dari masyarakat perancis. Salah seorang yang mengagumi pemikiran Saint-Simon sendiri adalah Baron Von Westphalen seorang bangsawan Prussia yang nantinya menjadi mertua Marx. Dari Baron von Westphalen inilah kemudian Marx berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Saint-Simon yang akhirnya mempengaruhi pemahamannya. Bahkan setelah kematiannya pada tahun 1825 . beberapa pengikut Saint Simon mendirikan sekte Saint-Simonisme. Kepengurusan sekte hampir mirip dengan organisasi gereja. Bagi pengikut Saint Simon sejarah selalu terdiri dari kaum penghisap dan yang dihisap. Mereka sangat membenci dan mengkritik perlakuan pemerintahan terhadap kaum proletar yang sangat buruk.
B. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Setelah Descartes memproklamasikan Cogito Ergo Sum sebagai jawaban kegelisahan manusia dalam pencarian pengetahuan. Babak baru dalam dunia filsafat segera muncul yang kenal sebagai masa renaissance. Pemikiran Descartes yang dikenal dengan rasionalisme kemudian banyak mempengaruhi pemikiran para filosof setelahnya. Perubahan paradigma yang dibawa Descartes bukan hanya membawa perubahan pemikiran para filosof saja tetapi juga membawa perubahan besar pada kondisi sosial suatu negara.
Di Inggris David Hume memproklamasikan empirisme sebagai bentuk dimulainya revolusi industri yang menjadi penopang perekonomian Inggris. Sedangkan di Prancis para filosof non-akademis seperti Voltaire (1694-1778), Diderot (1713-1784), La Metrie (1709-1752) dan para tokoh lainnya menyuarakan untuk segera dilakukannya revolusi. Penolakan terhadap kekuasaan raja yang absolut dan Gereja Roma terus disuarakan oleh para reformis, seperti apa yang dikatakan oleh Voltaire "mari kita hancurkan keyakinan terhadap Tuhan, ruh, keabadian dan segala dogma gereja" . Tidak seperti halnya Prancis dan Inggris yang telah mengalami revolusi besar-besaran yang menyebabkan perubahan secara drastis dalam struktur sosial masyarakat. Di Jerman hanya mengalami revolusi pemikiran yang diprakarsai oleh Imanuel Kant dengan filsafat kritisnya. Jejak Kant selanjutnya diikuti oleh G.W.F. Hegel yang kemudian pemikirannya dijadikan sebagai puncak filsafat dan perlambang idealisme Jerman.
G.W.F. Hegel lahir di Stuttgart pada 27 Agustus 1770 dan meninggal pada usia 61 tahun karena penyakit kolera pada tahun 1831. Pada usia 18 tahun ia mulai mempelajari filsafat dan teologi di Universitas Tubingen, Jerman. Dari Tubingen kemudian pindah ke Switzerland dan memperdalam filsafat di Frankfurt. Perjalanan pertama Hegel sebagai seorang ahli filsafat dalam dunia akademik dimulai tahun 1801-1807 sebagai pengajar dan mendapat gelar profesor pada tahun 1805 dari Universitas Jena.
Filsafat kritis Kant dan aliran romantisme yang berkembang di Jerman telah berhasil menghantarkan Hegel menjadi seorang filsuf idealis. Meskipun usianya masih mudah, ia sudah mulai belajar memahami bagaimana perkembangan sejarah dunia yang sedang berubah. Sebagai saksi sejarah yang melihat sendiri perubahan dunia yang begitu cepat akibat pengaruh revolusi Prancis memberikan makna tersendiri bagi Hegel. Pada masa inilah Napoleon sang penguasa dunia sedang menancapkan pengaruhnya di negeri jajahan. Kemenangan-kemenangan yang diperoleh Napoleon membawa pandangan tersendiri bagi Hegel, seperti apa yang dikatakannya bahwa "sejarah dunia di atas punggung kuda". Sebagai seorang intelektual muda, Hegel mulai menuangkan ide-idenya dalam sebuah buku yang berjudul "Phenomenology Of Mind". Buku tersebut merupakan buku pertama Hegel yang kemudian disusul dengan karya-karya lain hingga pemikirannya dikenal khalayak umum. Ide-idenya yang begitu brilian membuatnya dikenal sebagai filsuf idealis.
Pemikiran Hegel sangat menekankan pada rasio. Namun rasio yang dimaksud bukan pada individu tetapi pada subjek absolut. Seperti apa yang dikatakan Kant bahwa manusia mempunyai akal budi yang otonom sehingga dapat memberi keputusan terhadap peristiwa yang terjadi pada suatu benda. Pengambilan keputusan tersebut tanpa melalui bantuan dari luar manapun kecuali dari dirinya sendiri. Tetapi bagi Hegel, bagaimana bisa otonom jika Kant sendiri percaya bahwa dalam diri suatu benda ada Das Ding an Sich (benda pada dirinya sendiri). Dimana benda sebagai obyek hanya diketahui semuanya oleh dirinya sendiri. Das Ding an Sich bagi Hegel harus ditinggalkan supaya akal budi otonom sepenuhnya sehingga dapat merealisasikan dirinya. Selain mengkritisi dirinya sendiri, akal budi harus afirmatif (membenarkan dan menyatakan dirinya), karena pada hakekatnya akal budi telah mencapai kesempurnaan dirinya dalam ruh .
Filsafat idealisme Hegel terlihat dengan jelas ketika ia memposisikan semua realitas sama dengan subjek. Seperti apa yang di ungkapannya "all that is real is rational, and all that is rational is real" (seluruh yang real bersifat rasional, dan seluruh yang rasional bersifat real) . Dalil ini menandaskan bahwa luasnya realitas sama saja dengan luasnya rasio begitu juga dengan sebaliknya. Namun perwujudan bentuk realitas berasal dari proses idea. Semua yang bersifat material merupakan perwujudan dari proses pemikiran.
Agar dapat memahami filsafat Hegel, kita tidak akan terlepas dari metode dialektika yang dia gunakan dalam menguraikan ide-idenya. Metode dialektika yang digunakan Hegel mempunyai makna tersendiri bagi Marx, yang kemudian diadopsi dan dijadikannya senjata untuk memutarbalikkan pemikiran Hegel. Konsep dialektika yang diungkapkan oleh Hegel terdiri dari tiga tahap yaitu tesis, antitesis dan sintesis. Dalam proses dialektika, tesis merupakan lawan dari antitesis yang kemudian dikompromikan menjadi sintesis. Sintesis mi merupakan "Aufgehoben" (dicabut, ditiadakan, tidak berlaku lagi atau diangkat) dari tesis dan antitesis. Dalam aufgehoben tesis dan antitesis dihilangkan dan diganti dengan makna baru yang mempunyai nilai lebih baik dari keduanya.
Proses dialektis berlangsung dalam realitas sosial, budaya, dan kenegaraan yang saling menyangkal secara teratur dan memajukan. Penyangkalan yang terjadi merupakan keharusan untuk mendapatkan suatu kemajuan. Penyangkalan terhadap penyangkalan merupakan suatu hal yang positivitas, karena positivitas hanya akan terjadi ketika adanya negativitas. Positivitas yang tenang baru akan tercapai dalam pengetahuan absolut. Seperti yang tertulis dalam mukadima Phenomenology Of Mind “dengan demikian yang benar adalah kegilaan tari kemabukkan 'Bakhantik' (Dewa Bachus adalah dewa anggur dan kemabukkan) dimana tidak ada anggota yang tidak mabuk, dan setiap anggota, dengan menyendiri, langsung larut dengan demikian kebenaran adalah ketenangan bening dan total”.
C. Ludwig Andreas von Feuerbach (1804-1872)
Ludwig Andreas Feuerbach bisa dibilang sebagai bapak ateisme modern, meskipun pada abad ke-18 sudah muncul beberapa tokoh anti teologi. Namun pada abad ke-19 kemunculan tokoh anti teologi telah menjadi suatu kekuatan dalam menghakimi dogma-dogma agama. Ide Feuerbach yang sangat mengejutkan dengan menolak Tuhan memaksa para ahli teologi bekerja keras untuk menyangkal pemikiran-pemikirannya. Kecamannya yang sangat keras terhadap teologi kemudian dijadikan inspirasi Marx, Nietzsche, Freud dan para pemikir lainnya dalam mengkritisi agama.
Feuerbach pada awal mulanya merupakan seorang pemuda yang menyukai teologi. Hal ini dibuktikan Feuerbach tahun 1823 pada usia 16 tahun dengan belajar teologi di Heidelberg. Namun kemudian ia kecewa dengan kondisi teologi pada saat itu yang akhirnya membawa Feuerbach pindah haluan ke filsafat seperti apa yang dikatakannya "I have changed over from theology to philosophy" (saya telah beralih dari teologi ke filsafat) . Sejak saat itulah Feuerbach menjadikan filsafat sebagai haluan utama hingga menghantarkannya menjadi seorang tokoh besar. Pada tahun 1824 ia pergi ke Berlin untuk mengikuti kuliah-kuliah Hegel selama dua tahun. Dari sinilah kemudian Feuerbach menemukan arah pemikirannya dalam dunia filsafat. Meskipun pemikiran Hegel sebagai puncak dari rasionalisme modern yang dapat membawa kebebasan bagi manusia. Namun bagi Feuerbach dengan kondisi dominasi agama yang sangat kental pada saat itu akan membuat mereka melupakan peranan materi khususnya manusia.
Kekritisan dan kejeniusan Feuerbach dalam filsafat akhirnya berubah menyerang pemikiran-pemikiran gurunya dengan tajam. Metode dialektika Hegel dalam proses penyadaran roh yang kontinyu dipandang Feuerbach tidak mencukupi. Karena dalam filsafat Hegel pikiran merupakan tesis sedangkan dunia real yang dijadikan antitesis hanya ada dalam dunia ide. Feuerbach memandang pikiran dalam bentuk yang paling murni sekalipun merupakan hasil tertinggi dari materi. Sebagaimana realitas alam yang tidak pernah tergantung pada pengetahuan. Seperti apa yang akan nantinya dilakukan Marx, Feuerbach lebih dulu menjungkirbalikkan idealisme Hegel menjadi materialisme. Pada kondisi inilah pemikiran Feuerbach berhasil mempengaruhi Marx "it was Feuerbach who made Marx a materialist" (adalah Feuerbach yang menjadikan Marx seorang materialis).
Meskipun Feuerbach menggunakan senjata dialektika Hegel untuk menyerang teologi, namun Feuerbach meninggalkan Hegel menuju pada rana antropologi. Perbedaan pemikirannya dengan Hegel terlihat kental sekali ketika dalam karyanya The Essence Christianity (1841). Dalam karya tersebut Feuerbach menyerang habis-habisan teologi Kristen. Feuerbach berusaha membersihkan mistik yang melingkupi agama dan mereduksinya menjadi ungkapan psikologi manusia hingga manusia bebas dari alienasi.
Perkembangan pemikiran Feuerbach terbagi menjadi tiga fase seperti apa yang dikatakannya "Tuhan merupakan awal pemikiran saya, nalar yang kedua dan manusia adalah yang terakhir" . Dari tiga fase perjalanan intelektualnya, fase pertama merupakan era teologi yang digeluti Feuerbach dalam waktu yang sangat singkat. Fase kedua adalah pergulatan pemikiran Feuerbach dalam mempelajari filsafat Hegel. Sedangkan fase ketiga merupakan inti filsafat Feuerbach hasil dari reduksi teologi menjadi antropologi.
Buku The Essence Of Christianity (1841) karya Feuerbach yang berisikan kecaman dan kritiknya terhadap dogma gereja mendapat penolakan dari gereja Roma. Dalam buku tersebut Feuerbach menjelaskan bahwa Tuhan hanyalah ilusi yang direfleksikan manusia. Seperti apa yang dikatakannya "Tuhan adalah cermin dari manusia... Tuhan bagi manusia adalah buku biasa dimana dia mendaftarkan pemikiran dan perasaan tertingginya". Dalam hal ini Feuerbach memandang agama sebagai bentuk dari ketergantungan manusia terhadap alam, karena alam merupakan prinsip objektif dari agama natural.
Pandangan Feuerbach tentang materialisme yang menjadi dasar pemikirannya menuju antropologi sangat jelas sekali tergambar dalam The Essence Of Christianity (1841). Materialisme Feuerbach lebih menekankan kepada alam sebagai titik sentral pemikirannya sehingga melupakan kondisi historis hubungan manusia. Pada titik inilah Marx menyerang pandangan Feuerbach yang lebih menekankan pada materialisme vulgar dan melupakan kondisi sosial. Bagi Marx peranan hidup bermasyarakat dalam kehidupan manusia sangatlah penting bagi proses pembentukan kesadaran manusia. Kecaman materialisme vulgar Feuerbach dituangkan Marx dalam tesis ke-IX yang berbunyi "Titik tertinggi yang dicapai oleh materialism kontemplatif, yaitu, materialisme yang tidak memahami kepancainderaan sebagai aktivitet praktis, adalah renungan satu-satu individu dalam "masyarakat sipil". Jika dalam tesis ke-IX Marx menyerang materialisme vulgar Feuerbach, dalam tesis ke-X Marx memandang materialisme Feuerbach sebagai materialisme kuno yang harus diganti dengan materialisme baru seperti yang terdapat dalam tesis tentang Feuerbach ke-X bahwa "Pendirian materialisme lama ialah masyarakat sipil". Pendirian materialisme baru ialah masyarakat manusia, atau umat manusia yang bermasyarakat".
EmoticonEmoticon